Tatapan Masa Depan (Karya: Al-fatih)

Cerpen Teater Kertas dalam Kumpulan cerpen Masker Ulat


Pagi itu Desa Kemuning gempar, telah ditemukan mayat seorang laki-laki muda dengan pakaiyan serba hitam dengan ikatan putih yang menghiasi kepalanya.
Kematian pemuda itu sangat misterius, karena tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuhnya dan yang menyebabkan kematian pemuda ini semakin terlihat misterius setelah ada saksi dari Desa sebelah yang menyatakan bahwa pemuda ini pernah ditemukan di Desa sebelah dua Minggu yang lalu, tapi kenapa sekarang pemuda ini ada disini? padahal menurut saksi tersebut, ciri-ciri pemuda tersebut persis dengan ciri-ciri pemuda ini, bahkan pakaian yang dikenakanpun sama.

“Ah… ini pasti peristiwa dejavu!” Ifan berkomentar
“Ah… nggak, aku yakin nggak, paling-paling ini sihir!” kang Paiman turut berkomentar
“Aduh… jangan berdebat di sini! Lebih baik mayat pemuda ini kita kubur, bagaimana, setuju?” aku berusaha melerai Mas Ifan dan Kang Paiman yang hampir berdebat. Karena aku yakin jika debat itu diteruskan tidak akan menemukan titik temu. Maklum, perbedaan pendidikan yang melatar belakanginya. Mas Ifan adalah pemuda terpelajar yang merupakan salah satu lulusan universitas di semarang, sedangkan Kang Paiman adalah seorang pemuka adat solo yang masih konseruatif sekali. Kang Paiaman memang masih sangat muda, usianya masih seumuran dengan Mas Ifan, namun berkat ketaatannya pada adat istiadat akhirnya dia dipilih oleh Ketua Adat sebagai pemuka Adat Desa Kemuning. Hal inilah yang membuatku yakin bahwa perdebatan tidak akan berakhir jika Mas Ifan dan Kang Paiman dibiarkan berdebat. Maka sebelum itu terlambat, aku terpaksa harus segera melerai mereka.
“Baik…” bapak kepala Desa menengahi agar tidak ada atau tidak terjadi kekacauan lagi. “lebih baik kita urus pemakaman pemuda ini terlebih dahulu, setelah itu kita hubungi polisi untuk pemeriksaan, dan jika memang polisi menginginkan otopsi terpaksa kita harus membongkar makam pemuda ini”
“tapi pak! kita tidak membutuhkan polisi, karena walaupun otopsi diadakan, mereka juga tidak akan mendapatkan apa-apa. Ini jelas-jelas sihir” protes Kang Paiman.
Mendengar Kang Paiman berkata sihir terus, Mas Ifan geram, ia dengan wajah merah padam berkata
“Bapak Kepala Desa! saya harap kita tidak perlu mendengar ocehan Kang Paiman ini, lebih baik kita serahkan urusan ini kepada pihak yang berwajib. Sehingga kita bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi!”
“Betul…!!!”
“Betul…!!!”
Jawab warga serempak,
Kang Paiman terpojok, ia yang pemuka Adat merasa terinjak-injak harga dirinya. Kang Paiman membara hatinya. Dan sekarang dalam hati Kang Paiman terbesit dendam kepada Mas Ifan, karena gara-gara Mas Ifan lah warga desa tidak lagi segan padanya
Aku sebenarnya tidak tahu apa yang sebenarnya Kang Paiman niatkan. Tapi kok aneh, karena sepertinya aku bisa membaca fikiran Kang Paiman.

***

Ternyata polisi memang benar-benar menginginkan otopsi. Sehingga dengan terpaksa kami warga Desa Kemuning membongkar makam pemuda yang meninggal secara mesterius tempo hari. Tentunya kami membongkar makam itu dengan masker melekat di mulut dan hidung kami, karena mayat tersebut sudah busuk dan menimbulkan bau yang sangat menyengat.
Semua warga menyaksikan proses otopsi kecuali Kang Paiman, entah apa yang Kang Paiman lakukan, namun aku mencium gelagat tidak baik dari Kang Paiman. Mungkin Kang Paiman masih dendam dan sakit hati karena warga sempat tidak mendukung argumentasinya ketika penemuan mayat pemuda tersebut. Sepertinya Kang Paiman berniat mencelakai Mas Ifan.
Proses otopsi berlangsung selama setengah hari, di akhiri dengan pernyataan polisi yang menyatakan bahwa pemuda yang meninggal secara misterius itu di sebabkan oleh serangan jantung, kelaparan, dan Dehidrasi, karena polisi menemukan lambung korban terinfeksi, yang mana itu disebabkan oleh kosongnya lambung dari asupan makanan yang merangsang. Asam lambung merusak dinding-dinding lambung. Polisi juga menyatakan bahwa pemuda itu berasal dari Klaten, Jawa Tengah yang bersama rombongannya sedang menjalani terakat bersama saudara kembarnya.
Informasi itu didapatkan setelah teman-teman pemuda itu melapor kehilangan orang di Daerahnya.

***

“Bagaimana saudara-saudara, masih adakah yang menganggap peristiwa ini sihir?” seru Mas Ifan dihadapan Warga Desa
Warga Desa hanya diam sambil membenarkan kata-kata Mas Ifan. aku pun juga begitu, biasalah aku kan orang-orang terpelajar juga. It’s okey, dunia gaib itu ada dan nyata, kadang-kadang yang namanya sihir pun mucul. Tapi seakarang kita harus realistis karena nggak semua yang aneh itu hasil dari dunia gaib. Kita harus mengevaluasi kebenarannya. Nah…jika semuanya itu sudah mentok! baru kita harus menyerah menggunakan akal, kita harus harus menggunakan hati, iman… bung!

***

“Dit…adit tunggu!” aku dengar Mas Ifan memanggilku, akupun menoleh kearah suara itu.
“Oh…Mas Ifan, mau kemana, nich?” aku tersenyum.
“Mau kerumah Pak Kades !”
“Oh… kerumah Pak Dzulkifli, ada perlu apa?”
“nggak ada apa-apa, cuman ingin silaturrahmi, kamu sendiri Dit, mau kemana?”
“kerumah Bak Jamilah!”
“wah kebetulan, kita jalannya searah, bareng yuk!”
Pertamanya kami saling diam terjebak pada pikirannya masing-masing, sampai Mas Ifan memancing percakapan lebih dulu, ya udah lanjutin aja sekalian
“Adit, sekarang kamu kelas berapa?”
“Kelas dua SMA Mas!, ada apa?”
“Nggak…! Mas Cuma pengen Tanya, habis SMA Adit pengen kuliah nggak?”
“Mau donk…! Tapi masih mau mikir-mikir dulu. Aku kan anak Yatim. Bapak ku sudah meninggal sejak aku kecil, Makanya mas, Adit dapat uang dari mana buat kuliah? Paling-paling aku kerja dulu buat bantuin Emak!”
“Sebenarnya gampang. Kamukan termasuk siswa berprestasi, nah… kalo itu bisa kamu pertahankan, kamu bisa dapat kuliyah lewat biasiswa!”
“Tapi mas. Emak…!?” belum sempat aku menyelesaikan omonganku. Mas Ifan langsung memotong.
“kalau urusan Emakmu. Biar dia tinggal sama aku Saja, aku kan masih ada hubungan kerabat dengan Emakmu. Jadi kamu tenang saja!” Mas Ifan tersenyum
Tidak terasa akibat obrolan itu, aku banyak belajar tentang perjuangan. Mas Ifan pergi kuliah dengan bermodalkan tekad. Maka akupun tak ingin kalah.
Akhirnya sampai juga di rumah Pak Dzulkifli, berarti aku harus jalan sendiri ke rumah Mbak Jamilah, kurang lebih dua ratus meterlagi. Tapi aku masih punya pertanyaan.
“Eh… mas buat apa sih kerumah Pak Dzul.?”
“Buat ngelamar Dek Nisa!” bisik Mas Ifan lirih.
“HAH…!!!” aku kaget. “buat ngelamar Mbak Nisa? Wah… mulai sekarang Mas harus hati-hati. Karena Kang Paiman juga jatuh hati pada Mbak Nisa. Cuman Mbak Nisa nggak pernah terima lamaran Kang Paiman!”
“Lho nggak apa-apa tho! Kali aja Mbak Nisa suka sama Mas!” Mas Ifan bicara sambil nyengir.
“Bukan itu maksudku Mas…”
“Terus apa?”
“Gini lho mas” aku berusaha menjelaskan “sejak awal kedatangan Mas Ifan di Desa ini Kang Paiman sudah tidak senang. Kareana dia sudah merasa disaingi ketenangannya di Desa ini. Sepertinya Kang Paiman ingin mencelakai Mas Ifan. Apalagi sekarang Mas Ifan berniat mengambil gadis pujaannya.”
“Sudahlah. Dik” katanya “aku tidak takut dengan itu. Aku masih ingat hadist yang kupelajari sewaktu aku nyantri yang berbunyi kulilhaqqu walaukana murron. Yang artinnya katakanlah yang baik walauppun itu pahit. Benar_kan?”
“Iya tapi mas harus hati-hati” jawabku
“Iya”
Tidak lama setelah pertemuanku dengan Mas Ifan, terdengar kabar bahwa akan segera ada pesta pertunangan antara Mas Ifan dan Mbak Nisa
Dilain pihak aku merasa ada gelagat buruk dari Kang Paiman. Aku juga mendengar kabar dari warga sekitar bahwa Kang Paiaman cemburu dan berniat akan melakukan sesuatu.
Sepertinya suasana Desa Kemuning semakin mencekam, segera setelah mendengar kabar dari warga aku pergi ke rumah Mas Ifan.
“Ada apa Dit?” Tanya Mas Ifan begitu aku sampai di rumahnya.
“Ayo ikut Adit kerumah Pak Dzul”
Segar kuseret Mas Ifan menuju rumah Pak Dzul, aku harus bisa mencegah peristiwa berdarah, sebelum semuanya terlambat
Tapi…
Aku…terlambat
***
Mungkin takdir kami memang tidak mujur. Belum sempat kami melangkah jauh ke rumah Pak Dzulkifli kami bertemu Kang Paiman dengan beberapa orang-orangnya seraya menantang perang
Aduh… bisa-bisa aku mati sekarang.
“Kebetulan sekali kita bertemu di sini !” ucap Kang Paiman begitu melihat kami
Aku semakin hawatir, apalagi kami hanya berdua, itupun tanpa senjata apapun, alias tangan kosong sedangkan Kang Paiman disertai enam orang yang seluruhnya mengenggam pawing yang ber kilat-kilat karena pantulan sinar matahari.
Aku begitu ngeri memikirkannya, jujur aku katakana takut mati! “belum kawin mak” jeritku dalam hati. Aku pasrah, sepertinya umurku hanya sampai pada hari ini saja.
Kulihat Mas Ifan masih tenang begitu melihat Kang Paiman dihadapannya, namun sungguh aku tak berdaya melihat sekeliling yang sunyi sepi tanpa seorangpun yang berlalu lalang di sekitar kami. Hanya ada kicauan-kicauan burung yang bersenandung indah, tapi kali ini nada-nada itu bagaikan simponi kematian yang bersiap mengiringi kematian ku.
“Hey… Kalian!” bentak Kang Paiman pada anak buahnya. Uh… aku semakin takut mendengar gelegar suaranya. Aduh… mati aku.
“Kenalkan pemuda ini M Ifan. Dia baru lulus kuliah dan sekarang dia ke Desa untuk mengamalknan ilmunya. Kita patut mencontohnya. Kita jangan sampai kalah dengan dia meski kita hanya pemuda kampung” Kang Paiman bertutur lembut mengenalkan Mas Ifan pada keenam anak buahnya.
“Ah iya Ifan, sekarang kami akan keladang tebu untuk menebas tebu dan meretes daun sagu. Apa Ifan bisa Bantu?” Kata kang paiman seraya tersenyum.
“Aduh maaf, sekarang saya ada urusan penting!” Mas Ifan turut tersenyum
“Oh begitu… ya udah. Mari…!”
“Mari!” ucapku dan Mas Ifan serempak.
“Huh… aku kira aku akan mati hari ini” Ternyata tidak. Alangkah menyeramakan suasana tadi, seakan-akan maut telah menabung nyawaku sedikit demi sedikit.
“Woi… melamun!” Mas Ifan membuatku kaget.
“Ah…nggak!” jawabku sekenanya
“Sepertinya Mas Ifan tidak takut tadi?” selidikku.
“Takut…, tapi ditaba-taba. oh ya… gimana mau lanjut ke rumah Pak Dzul? Kayaknya Kang Paiman tidak seperti yang kita pikirkan”
“Gak tahu ya!” aku mengernyitkan dahi “memang sepertinya Kang Paiman tidak seperti yang warga khawatirkan!”
“Trus…!!!”
“Aku nggak tahu mas”
“Ya sudah ayo pulang” seru Mas Ifan.
Mas Ifan berbalik melangkah kearah rumahnya sedangkan aku masih pusing ada apa ini sebenarnya. aku masih ragu dengan kebaikan Kang Paiman, aduh pusing.

***

Ah… peduli amat.
Segera saja Mas Ifan yang sedang melangkah kerumahnya, namun tak disangka-sangka, ada bunyi disemak disekitarku.
Krssk…krssk.
Aku mengalihkan perhatianku ketika tiba-tiba Mas Ifan berteriak melihat seorang bertopeng menedekatinya. Orang itu hendak menghujamkan belatinya pada Mas Ifan. Untung mas Ifan masih biasa menghindar namun sayang kaki mas Ifan terantuk sebuah batu, itu menyebabkan Mas Ifan terjungkal jatuh. Tubuhnya ambruk, orang bertopeng itu mendekati Mas Ifan. Terlihat gurat ketakutan diwajah Mas Ifan.
Orang itu menendang kepala Mas Ifan
Duakk…
Darah mengucur dari hidung Mas Ifan. Tuhan kenapa kakiku tidak bisa bergerak melihat Mas Ifan disiksa habis-habisan. Kakiku lumpuh. Aku hanya bisa terpaku tanpa melakukan sesuatu. Aku harus bergerak, harus bisa ya…! Aku harus bisa. Aku melangkahkan kakiku.
“A.. A.. A.. AAAA!!!” aku berteriak seraya berlari
Jreeb…
Kurasakan punggungku sangat nyeri, seperti ada tusukan yang menembus tubuhku, darah mengucur dari tubuhku
Aduh aku sulit bernafas
Mataku samar-samar, pandanganku mulai kabur melihat orang bertopeng itu berlari melihatku bersimbah darah aku mencoba meraba luka
Aw… sakit… ada yang hangat
Tanganku berlumuran darah
Apakah aku akan mati?
Oh tuhan… maafkan aku emak…!!!
Akh… Akh… Akh…
Akh… hhh…!!!

“Hei…ngelamun ya…” pacarku menegurku
“Bel masuk udah bunyi tuch, entar dimarahin gru lho..!”
oh Anita…kau merusak lamunanku.
Tapi penglaman melamun ini asyik sekali, seru membayangkan, aku menjadi seorang Warga Desa. Ceritanya mendebarkan.
Hm… besok aku akan cari cerita yang lebih seru lagi
Ah… benar-benar menegangkan…
It’s wonderfull

Revisied edition.
Madura 04 November 2009

¡Compártelo!

0 komentar:

Buscar

 
SASTRA PERUBAHAN Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger