Karya: Iqbal As-Siba'ie
Cover Buku Masker Ulat Teater Kertas
Setetes Embun Untuk HA. Jahl.
Ya, memang benar
Tetesan oase yang kau reguk
Adalah fatamorgana tanpa garis
Tapi mengapa kau menjerit
Pada kelesai tak bertuan?
Mestinya kau pahat dalam ingatanmu
Tentang riak air saat kau dayung
Sampan mimpimu
Tentang berapa ribu tetesan air mata
Yang kau tumpahkan,
Berapa banyak kerikil
Yang telah kau hempaskan.
Kau laksana ranting yang menjuntai
Berusaha meninggalkan dahan dan pohonnya
Yang mengering
Aku tak lagi memiliki tumpukan emas
Hanya bongkahan batu bata
Tersusun rapi dalam gubuk kecilku
Tuk menanti senyummu yang merekah
Banyuanyar_2009
Kereta itu
Pemimpinku...
Kau tebar jala kepedihan
Di tengah altar harap nan resah
Meski seribu tangan menggelayut
Dipangkuan dahan meretak
Serta nafas suci tersunting paksa
Namun semua itu hanya menjadi elegi kefanaan
Dan menjadi himne
Yang sarat akan tautan dustamu.
Pemimpinku...
Dengan kereta kencana rapuh
Kau bersanding bersama tetesan air mata
Bertopeng senyum kelam
Disilaunya gemintang.
Bahkan kau bersembunyi
Bersama siulan fana burung-burung pelatuk
Tanpa sedikitpun melihat
Cucuran keringat para nelayan
Disesaknya muara kehidupan
Padahal di lereng bukit senyummu
Kau petik gamelan kekuasaan
Dengan lentiknya jemari parawan terpinang.
Banyuanyar_2009
Tangisan di Kuncup Mentari
Perih…
Luka tergores
Sesal tergeletak dalam belaian tangis
Bersama iringan asa
Didinginnya musim gugur
Kering
……..
Lapuk
Bahkan lebur.
Banyuanyar_2009
Dalam Sunyi Kau Beryanyi
Lalu kupanjat tebing
Menghapus jerat pilu yang mengekangmu Dalam kelam.
Tak ada yang tersisa lagi
Kecuali tangkai layu dan seutas harapan.
Harusnya kau paham
Jiwa ini menjerit meminta:
Kasihmu yang memancar
Hati yang terbasuh senyum
Gaun hijau persuntingan malam
Atau seutas kaktus meleleh
Karena terpaan durja selembar do'a.
Begitulah dalam siar tawa
Aku laksana gubuk tak bertonggak
Dan tak pernah jua kutahu
Mengapa hanya dalam sunyi engkau gemar bernyanyi.
Barangkali karena perjalanan terlalu berliku
Dengan tumpukan skenario kehidupan
Kau merapuh sebelum terjatuh.
Banyuanyar_2009
Ayahanda Tumpuanku
Cekung mata sendumu pantulkan jerih
Bidang tubuhmu retakkan nestapa
Dari nadimu senyum terpancar
Melodi harapan melolong disunyinya fajar
Aku ditimang, kau menimang
Sedang ufuk terpinang.
Kau nyanyikan ninabobo
Saat hati berlabuh digalaunya pantai
Kau untaikan dongeng mengkristal:
Dari buana cahaya
Sebelum ku terlelap dalam dekapan hangatmu.
Ayah, maafkan aku
Kuhanya mampu melukismu
Pada luruhnya dedaunan
Dengan pensil sisa kanak-kanakku yang usang
Karena purnama terisak
Pada bill daftar waktu.
Banyuanyar_2009
Tangisanku dalam Surgamu
Bisingnya jeritan
Pupusnya hati dan harapan
Tak membuat kau terenyuh.
Derasnya derita
Luasnya impian
Kau aduk dengan kobaran dongakmu.
Kau cipta tangisku
Deritaku
Mejadi taman surga
Beraroma tawa bagimu
Hingga ku harus berdetak
Pada pijar-pijar reruntuhan.
Banyuanyar_2009
0 komentar:
Posting Komentar