PELAJARAN DATANG DARI SIAPA SAJA





Suatu sore.
Aku dan teman-teman sebaya biasa bermain sepak bola atau apa saja di samping rumah, setidak-tidaknya kami bermain bola setiap sore. Tidak hanya teman sebaya, tapi juga ada anak yang lebih muda/lebih kecil. Saat itu, aku masih SMA kelas 1.


Tidak ada yang aneh saat kami bermain sepak bola atau bermain yang lainnya. Kami bermain seperti layaknya anak-anak yang butuh hiburan di suatu sore sekedar menunggi malam. Begitulah aktifitas anak kampung setiap sore.

Bukan permainannya yang sangat menganjal kami, tapi sikap seorang anak kecil, kira-kira umurnya masih 9 tahunan. Setiap kali kami bermain, baik bermain sepak bola atau yang lainnya. Anak tersebut selalu ke luar dari permainan tersebut, biasanya dia ke luar saat jam 4,30an. Tentu saja keluarnya anak tersebut mengundang pertanyaan anak-anak lainnya, tidak terkecuali aku.

Lucunya, anak tersebut selalu punya alasan untuk ke luar dipermainnan itu, tetapi alasan yang paling sering dia sampaikan adalah “Lagi dipanggil ibu” katanya sambil lari ke rumahnya. Sekali, dua, tiga kali mungkin itu tidak menganjal, tapi itu sudah berlangsung selama setahun lebih lamanya.

Selain alasan dipanggil ibunya, alasan yang paling sering juga “Aku ingin pipis dulu” sambil lari menuju ke rumahnya, tentu saja hal itu juga terlihat aneh, bukan masalah pipisnya, tapi lama pipisnya itu sampek 20 menit hingga 30 menit, padahal rumahnya hanya 50 meter dari tempat bermain. Selain alasan pipis, dia juga sering beralasan buang air besar, atau ingin mengambil sesuatu yang tak jelas.

Tentu saja sikapnya itu membuat teman-temannya jengkel (terutama teman tim main bola) karena akan semakin berkurang pemainnya.

Suatu ketika dia pamit dengan alasan dipanggil Ibunya, padahal orang yang sangat dekat dengan rumahnya saja tidak mendengar dia dipanggil siap-siapa. Karena itu, dia ditahan sama teman-temannya, termasuk aku. Kami terpaksa melepaskanya karena matanya mulai berkaca-kaca. Selanjutnya dia tidak pamit lagi untuk ke luar dari permainan.

Tentu saja kami penasaran atas sikapnya itu, karena aku yang lebih tua/lebih dewasa. Maka, diam-diam kuikuti anak itu. Pertama kali kuikuti, anak itu masuk ke dalam kamar mandi yang kebetulan terpisah dari rumahnya, aku kira dia pipis, makanya aku langsung kembali. Yang ke dua kalinya, dia juga masuk ke kamar mandi, saat itu aku menunggunya, tapi hingga 10 menit dia tidak keluar-keluar, kupikir dia buang air besar. Karena penasaran, masih dengan diam-diam, kuikuti anak itu, lagi-lagi dia masuk ke kamar mandi. Tapi kali ini dia tidak berlama-lama di kamar mandi, saat dia masuk ke rumahnya. Diam-diam aku masuk ke rumahnya. Waktu itu aku tanya orang tuanya (pura-pura tidak tahu).

“Di kamar” kata orang tuanya sambil menyuruhku masuk. Saat aku masuk, tentu saja aku kanget, ternya dia lagi sholat. Terpaksa diam-diam aku kembali ke teman-teman yang sedang menunggu.

Karena penasaran,beberapa hari setalah itu, kuikuti anak itu lagi. Tentu dengan diam-diam, kali ini tidak disuruh teman-teman untuk mengintipnya. Lagi-lagi aku dikejutkan saat memergoki anak itu sedang Sholat.
Tidak percaya dengan apa yang dilakukannya, kuikuti lagi dia, tapi hasilnya sama. Anak itu pulang hanya untuk sholat saja.
Semenjak saat itu, aku sempatkan diri untuk pulang dan sholat sebelum bermain, tidak peduli dengan sikap dan prasangka teman-teman.
Lalu beberapa bulan setelah itu, 70 persen temanku tanpa disuruh, dengan sendirinya terlihat basah rambutnya dan bercahaya mukanya, seperti sehabis whuduk, sebelum bermain sepak bola.

¡Compártelo!

0 komentar:

Buscar

 
SASTRA PERUBAHAN Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger