Akhir-akhir ini banyak sekali lomba-lomba di media Online seperti lomba cerpen, puisi, fotografi, desain, artikel dan lomba-lomba yang lainnya. Nah, tidak sedikit juga lomba yang menipu. banyak ungkapan penipuan dari seorang peserta lomba, ini salah satunya. Disimak ya, untuk menambah pengalaman. Cekidot...
Belakangan
ini saya sedang fokus menulis cerpen untuk diikutkan lomba cerpen dan
puisi sebuah redaksi penerbitan online. Saya tak etis kalau menyebut
nama penerbitan online tersebut. Sebut saja Penerbitan Amburadul Semruntul. Alasan saya ikut lomba, pertama karena hadiahnya sangat menarik. Maklum saja karena saya ini orang miskin yang mata duitan.
Bayangkan saja, juara pertama untuk lomba cerpen itu akan dihadiahi
beberapa juta rupiah. WOW. Bahkan juara kedua, ketiga, dan keempat juta
dihadihi berjuta-juta. Nah siapa juga yang tidak tergiur dengan
janji-janji hadiah seheboh itu. Termasuk saya yang langsung terlena dan
bermimpi jadi juara.
Tapi,
saya melihat keanehan di Penerbitan online itu. Kalau redaksi-redaksi
lain yang mengadakan lomba cerpen sibuk aktif berkicau di media sosial
twitter, penerbitan online yang saya ikuti malah jarang aktif. Kurang
terkenal dan Sangat misterius. Bahkan yang berkicau (ngetweet)
soal lombanya pun sangat sedikit. Adminnya memakai nama penerbitan.
Info tentang lomba itu juga cukup minim di google. Itulah yang membuat
saya merasa ada yang ganjil di penerbitan amburadul tersebut. Apalagi
admin panitia lombanya juga tak disebutkan siapa saja, alamat twitternya
apa. Hanya dikasih alamat email dan nomor ponsel. Saya pun
bertanya-tanya, jangan-jangan lomba cerpen ini fiktif belaka.
Namun
saya masih berpikiran positif. Saya iseng mendaftar dengan mentransfer
biaya pendaftaran yang hanya beberapa puluh ribu saja, lalu saya kirim
naskah cerpen via email. Setelah itu tiba-tiba ada perasaan yang tidak
enak di dada saya yang menyesak. Saya masih kepikiran apakah penerbit
dan lomba cerpen tersebut benar-benar nyata atau fiktif? Nyali detektif saya pun bekerja, dengan menelusuri riwayat lomba cerpen dan penerbitan itu lewat google.
Ternyata,
di awal tahun 2013, penerbitan tersebut pernah mengadakan lomba cerpen
dan puisi yang serupa. Daftar pemenangnya pun sudah diumumkan. Nah
disinilah ada yang sangat ganjil. Biasanya pengumuman pemenang lomba
cerpen dan puisi, disebutkan nama penulis beserta judul cerpen/puisinya.
Tapi disini tidak. Hanya nama pemenangnya saja, dengan bobot
penilaiannya. Mungkin orang awam tak akan mempermasalahkan, tapi bagi
saya itu sangat mencurigakan.
Tak hanya itu. Informasi soal penerbitan online tersebut di google juga sangat minim. Termasuk informasi lomba sebelumnya.
Saya
lalu catat semua pemenang lomba cerpen yang dicantumkan di website
penerbitan itu, lalu saya cari nama-nama itu di twitter dan facebook.
Mereka adalah pemenang di lomba bagian pertama, yang diadakan awal tahun
2013. Beberapa diantaranya saya tanyai (via twitter dan facebook),
apakah pernah ikut lomba cerpen dan puisi di penerbitan online yang saya
maksud. Beberapa menjawab tidak pernah ikut lomba, dan tidak pernah
tahu ada lomba seperti itu. Beberapa lagi diam, mungkin bingung karena
tidak tahu apa-apa.
Sangat aneh bukan. Apakah penerbitan itu juga mencantumkan nama-nama pemenang yang fiktif juga?
Jleb.
Kini keyakinan saya semakin besar, kalau lomba cerpen dan puisi yang
saya ikuti di penerbitan online amburadul semruntul adalah fiktif atau
penipuan semata. Bukan rugi uang pendaftaran, tapi saya kesal karena
rugi waktu, tenaga, dan keindahan berimajinasi saat menulis cerpen yang
saya kirim untuk lomba itu. Maklum saja, untuk lomba saya butuh tenaga
ekstra untuk menulis cerita dengan kata-kata yang lebih indah
dibandingkan saat menulis cerpen di kompasiana yang setengah jam jadi.
Sekali
lagi, kalau mau ikut lomba cerpen atau puisi, perhatikan lagi siapa
penyelenggaranya. Apakah kredibel dan terpercaya? Apakah mencantumkan
nama admin (panitia) yang terpercaya juga? Karena kalau hanya nomor
ponsel, bagi saya itu kurang meyakinkan. Kita tidak pernah tahu siapa
orang di balik nomor ponsel itu. Admin (panitia) lomba pun kalau terlalu
misterius, jarang update info lomba, dan tak menyebutkan nama aslinya,
tentu membuat peserta akan menaruh curiga.
Saya
masih tak kapok untuk ikut lomba. Hanya saja lebih selektif. Saya masih
berpikiran positif kalau masih banyak lomba-lomba yang jujur. Soal
apakah saya ditipu atau tidak oleh penerbitan itu, saya sudah ikhlaskan.
Pengalaman ini menjadi guru terbaik saya.
Tetap
menulis, dan selalu optimis, setiap goresan pena dan imajinasi kita
akan berakhir manis. Orang boleh mencuri karya kita, tapi mereka tak
akan pernah bisa mencuri otak dan bakat kita. TING.
sumber: Kompasiana
0 komentar:
Posting Komentar