JANGAN IKUT LOMBA BACA PUISI KALAU HANYA BACA PUISI SAAT LOMBA SAJA.





Jangan ikut lomba baca puisi kalau hanya baca puisi saat lomba saja. Begitulah yang disampaikan oleh Iman Budi Santosa dalam prakatanya pada pengumuman lomba deklamasi puisi yang diselenggarakan oleh Studio Pertunjukan Sastra (SPS) Yogyakarta tangga 20-21 Oktober 2012 kemarin. Tentu ini bukan penilaian yang main-main bagi sastrawan Yogyakarta tersebut. Terlebih lomba tersebut kalibernya Nasional yang memperebutkan Piala Hamengkubuwono X.

Mengandeng nama Gubenur Yogyakarta, tentu sebuah pertanggaungjawaban ekpresi bagi peserta terlebih juri. Kehati-hatian dan keseriusan dalam menilai menjadi pegangan sebagai kepercayaan yang telah diemban. Harapannya dengan adanya lomba tersebut para peserta mampu memahami dan menyampaikan pesan puisi yang akan di bacanya dengan baik. Tentu hal tersebut juga menadji harapan Iman Budi Santosa sebagai salah satu juri pada lomba yang juga tingkat SMA/SMK/MA/Sederajad itu.
Terlebih Pada tahun sebelumnya, pada perlombaan yang sama mas Iman Budi Santosa juga ditunjuk menjadi juri lomba tersebut. Tentu dia banyak belajar dari apa yang kurang dan yang terjadi sebelumnya.
Dari beberapa catatan juri mengatakan. Masih banyak peserta lomba yang over ekting, terlalu verbal dalam mengekpresikan puisi. Serta masih banyak yang belum mampu menguasai bagaimana menginterpretasikan puisi dengan baik. Ironisnya catatan-catatan itu juga terjadi pada lomba sebelumnya.
Itu artinya para pemerhati sastra khusunya puisi tidak betul-betul belajar bagaimana seharusnya memahami puisi. Paling tidak, tidak mengulang kesalahan yang sama pada perlombaan yang sama.

kita harus belajar dari catatan-catatan sebelumnya.
Sejatinya puisi adalah lukisan kehidupan yang kompleks. Banyak makna yang terkandung di dalamnya. Ada unsur spiritual, budaya dan intelektual. Membaca puisi berarti memberi kesadaran pada diri tentang kebenaran-kebenaran hidup. Selain itu membaca puisi juga memperlajari kehidupan yang menurut banyak orang: kadarnya lebih tinggi daripada kebahagiaan badani. Peka, dan bereaksi terhadap hal-hal yang luhur dalam kehidupan.
Untuk memahami puisi, pembaca perlu membaca maksud dari isi puisi tersebut. Kalau hanya membaca pada saat lomba saja, jangan berharap banyak untuk memahami puisi apalagi menjadi juara pada sebuah perlombaan. Pada dasarnya sebuah lomba adalah ajang untuk mengembangkan potensi, bukan sekedar ajang pencarian pemenang. 
Mengikuti perlombaan juga bagian dari observasi tentang budidaya perkembangan sastra (dalam hal ini adalah puisi). Hal tersebut akan menjadi tolok ukur, bagaimana proses pembelajaran sastra dan sejauh mana pemahaman seseorang dalam membaca puisi. Dari situ kita akan belajar mencatat. Bagaimana harus menyampaikan pesan dalam puisi yang akan dibaca.
Untuk mencapai hal tersebut. Tentu tidak hanya membaca sekilas atau membaca cepet tapi juga membaca teliti dan pemahaman dengan intens. Kalau hal tersebut mejadi rutinitas. Maka juara yang sebenarnya adalah kepuasan batiniah dan lahiriah yang menjadi puncak kenikmatan membaca puisi.
Tapi setiap lomba perlu juara. Tentu bukan juara yang hanya membaca puisi saat lomba saja

¡Compártelo!

0 komentar:

Buscar

 
SASTRA PERUBAHAN Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger