REFLEKSI MUSIKALISASI PUISI


TENTANG MUSIKALISASI PUISI

Di masyarakat, istilah deklamasi, pembacaan puisi, sajak, atau dramatisasi puisi bukanlah hal yang baru. Namun, untuk istilah musikalisasi puisi, tidak semua kalangan mengetahuinya.

Musikalisasi puisi, seperti halnya deklamasi atau pembacaan puisi, rampak puisi, dan dramatisasi puisi, adalah salah satu cara yang digunakan untuk menyampaikan dan mengekspresikan puisi kepada audien. Pada deklamasi puisi, penyampaiannya disesuaikan dengan syarat-syarat deklamasi. Seperti: dengung vokal, artikulasi, ekspresi, dan gestikulasi
yang baik serta tepat, sesuai dengan isi dan maksud puisi. Pada puisi yang disampaikan dengan cara musikalisasi, alat bantu utamanya ada pada musik (irama, nada, tempo, dan sebagainya). Musik diolah sedemikian rupa sebagai hasil dari penafsiran puisi yang dilakukan oleh pembuat musikalisasi puisi. Jenis penyampaian puisi dengan cara dimusikalisasi puisi ini ada banyak macamnya. Tetapi yang penting, musik yang dibuat adalah semata untuk kepentingan puisi. Sehingga musik tersebut dapat menyampaikan pemahaman dan penghayatan tentang puisi itu kepada apresian, seperti halnya deklamasi dan pendramatisiran puisi. Oleh karena itu, musikalisasi puisi di dalam bidang kesenian, adalah satu bentuk kesenian tersendiri.

Semarak pertumbuhan musikalisasi puisi seperti digambarkan di atas tidak mengherankan apabila kita meninjau sejarah perkembangan sastra dan musik itu sendiri. Sejak awal pertumbuhannya, sastra dan musik memang saling terkait. Seperti kita ketahui, munculnya bidang hidup yang bernama kesenian berawal dari kepentingan ritual dalam upacara-upacara yang dilakukan masyarakat tradisional. Dalam kegiatan ini, segala aspek yang kini disebut seni, seperti sastra (mantera), musik, nyanyian, dan tarian, merupakan satu kesatuan yag saling mengisi tanpa ada pengkategorisasian.

Begitu pula dalam perkembangan selanjutnya yang terwujud dalam kesenian-kesenian rakyat dan tradisi sastra lisan. Syair-syair, cerita-cerita di dalam tradisi lama kita, kerap disampaikan dan dibawakan dengan iringan musik dan/atau dibawakan dalam lantunan tembang. Pawang penglipur lara/Pawang Kaba di Sumatra misalnya, bercerita/bersyair dengan iringan musik (yang alat-alatnya terbuat dari kulit binatang, kayu, dan bambu). Di daerah Jawa Barat dikenal Tukang Pantun (contohnya dalam Seni Beluk). Tukang Pantun ini bercerita semalam suntuk dalam bentuk lantunan tembang sambil memetik kecapi. Cerita-cerita yang kerap dibawakan adalah karya sastra berisi hikayat yang terkadang membutuhkan waktu sampai 7 malam berturut-turut untuk menyelesaikannya.

Hal seperti ini terdapat pula dalam tradisi Barat. Pada tradisi mereka dikenal istilah Troubadur. Troubadur awal mulanya berkembang di Prancis abad 11. Troubadur atau kaum penglipur lara di Eropa Lama ini, merupakan suatu kelompok/kaum yang selalu berkeliling mementaskan syiar/cerita melalui nyanyian dan tarian dengan iringan musik.

Keterkaitan seperti itu tampak pula dalam perkembangan musik zaman Barok (1600-1750), terutama di Italia, yang terlihat dari seni opera. Seperti tercatat dalam sejarah musik, seni ini bermula dari keinginan para seniman, bangsawan, dan cendekiawannya menghidupkan kembali drama klasik Yunani dalam ciptaan baru yang mensintesakan seni sastra, drama, musik, dan tari. Pada seni ini, drama Yunani dalam terjemahan Itali dideklamasikan dan diselingi sejumlah lagu solo vokal dengan diiringi beberapa alat musik dalam gaya monodi, yang disebut dengan intermezzi, sebagai tanggapan terhadap cerita.

Dalam perkembangannya kemudian, para seniman opera menyusun syair-syiar baru dan aransemen musiknya. Setiap seniman memiliki pola-polanya sendiri. Ada yang mengkompromikan deklamasi dan nyanyi, ada yang berprinsip musik hendaknya mengabdi pada kata-kata dan bukan menguasainya. Ada pula yang berkehendak mengungkapkan makna kata melalui musik. Pengungkapan makna dalam musik ini, bukan hanya pada musik vokal, tapi juga pada musik instrumental.

Dalam perkembangan sastra modern kita, Upaya memadukan musik dengan puisi ini terus berkembang hingga mencapai bentuk yang sekarang, yang kemudian mendapat nama: musikalisasi puisi. ***
http://arikpin.webs.com/


¡Compártelo!

0 komentar:

Buscar

 
SASTRA PERUBAHAN Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger