Cerpen (cerita pendek) nampaknya memiliki peminat yang cukup banyak. Tak hanya sebagai ‘konsumen’ cerpen, creator-nya pun makin membludak.
Itu pertanda baik. Setidaknya, minat literasi kita kian berkembang. Well, ukuran panjang sebuah cerita pendek itu berbeda. Idealnya sih antara 3.000-4.000 kata. Kita bisa mempertimbangkannya. Jangan terlalu terikat dengan batasan (kecuali dalam ketentuan sebuah lomba). Cerpen ada yang hanya 3 halaman, sampai dengan 20-an halaman.
Saya pribadi menjadikan penulisan cerpen itu sebagai hobi. Asal ada cerita dan ‘mood’ yang baik, saya tuangkan apa saja. Pembacanya pun masih seputar teman dekat. Waktu berkembang, sekarang orang makin berkesempatan mempublikasikan buah pena-nya. Saya pribadi sangat terbantu dengan fasilitas note fesbuk dan blog. Semua itu membuka peluang bagi saya untuk terus mengasah diri, memberi kesempatan untuk kritik yang lebih luas, menambah ilmu atau wawasan, relasi, dst.
Lama-lama, saya rasa banyak hal seputar cerpen yang mesti saya telusuri dan pahami. Walau otodidak, pembelajaran mengenai salah-satu keterampilan menulis tersebut masih saya lakoni. Sampai sekarang. Berikut tips yang mesti diperhatikan dalam penulisan sebuah cerpen:
1. Hal-hal Menarik
Tiap waktu, jika kita sedikit meluangkan waktu untuk ‘bertapa’, ada saja hal-hal menarik yang layak kita abadikan dalam sebuah cerita. Saya selalu tak sengaja mendokumentasikan sesuatu yang menggelitik hati, bahkan dari peristiwa atau kegiatan yang incidental. Misalnya ketika mendengarkan obrolan anak-anak sekolah atau pegawai atau pedagang di dalam angkutan umum, memerhatikan celoteh anak-anak SD yang tengah meni’mati jajanannya, menyimak curahan hati seorang teman, atau bahkan mengalami berbagai kejadian unik sendiri. Jika begitu, segera catat dan ikat dalam sebuah cerita. Bisa fakta, atau diolah lagi menjadi fiksi. Hehehe
Tiap waktu, jika kita sedikit meluangkan waktu untuk ‘bertapa’, ada saja hal-hal menarik yang layak kita abadikan dalam sebuah cerita. Saya selalu tak sengaja mendokumentasikan sesuatu yang menggelitik hati, bahkan dari peristiwa atau kegiatan yang incidental. Misalnya ketika mendengarkan obrolan anak-anak sekolah atau pegawai atau pedagang di dalam angkutan umum, memerhatikan celoteh anak-anak SD yang tengah meni’mati jajanannya, menyimak curahan hati seorang teman, atau bahkan mengalami berbagai kejadian unik sendiri. Jika begitu, segera catat dan ikat dalam sebuah cerita. Bisa fakta, atau diolah lagi menjadi fiksi. Hehehe
2. Tema
Tema boleh jadi adalah identitas sebuah cerita. Kejelasan tema menjadi syarat utama untuk disampaikan pada pembaca. Penentuan tema juga mesti memperhatikan konsistensi. Jika tema yang tengah kita usung seputar ‘persahabatan’, maka sangat direkomendasikan pada kita untuk tidak melencengkannya pada tema lain. Misalnya, menjadi politik. Fokus.
3. Alur cerita
Namanya juga cerpen. Space dalam cerpen tak banyak, sehingga alur pun tak dapat dibelok-belokkan, apalagi bercabang kemana-mana. Mesti focus memanfaatkan sebuah alur dengan detail-detail penunjangnya.
4. Karakter
Seperti cerpen pada umumnya, karakter di dalamnya tak perlu memuat banyak. Usahakan karakter yang kita ciptakan memang benar-benar menunjang alur cerita. Ibaratnya, jika tanpa keberadaan karakter A cerita tetap jalan, maka tegaslah. Hapus karakter A tersebut.
Tema boleh jadi adalah identitas sebuah cerita. Kejelasan tema menjadi syarat utama untuk disampaikan pada pembaca. Penentuan tema juga mesti memperhatikan konsistensi. Jika tema yang tengah kita usung seputar ‘persahabatan’, maka sangat direkomendasikan pada kita untuk tidak melencengkannya pada tema lain. Misalnya, menjadi politik. Fokus.
3. Alur cerita
Namanya juga cerpen. Space dalam cerpen tak banyak, sehingga alur pun tak dapat dibelok-belokkan, apalagi bercabang kemana-mana. Mesti focus memanfaatkan sebuah alur dengan detail-detail penunjangnya.
4. Karakter
Seperti cerpen pada umumnya, karakter di dalamnya tak perlu memuat banyak. Usahakan karakter yang kita ciptakan memang benar-benar menunjang alur cerita. Ibaratnya, jika tanpa keberadaan karakter A cerita tetap jalan, maka tegaslah. Hapus karakter A tersebut.
Saya pribadi sering ‘mencomot’ nama-nama sekaligus sifat-sifat karakter dari orang-orang terdekat. Misal ketika saya memerlukan tokoh yang cerewet, saya langsung ingat seorang teman dengan karakter tersebut. Maka saya pun menuliskan cara dia bicara, bahasa-bahasa yang sering ia lontarkan, cara dia memutuskan sesuatu, cara dia menghadapi sebuah masalah, cara dia berdialog dengan saya, dst.
Perlu diingat bahwa karakter yang kita buat adalah ‘jelmaan’ dari manusia. Jadi, sebaik apapun tokohnya, buatlah se-manusia mungkin. Artinya, tidak luput dari kelemahan dan kelebihan. Misalnya Si A itu kikir, namun di sisi yang lain dia tidak suka bergosip. Atau Si B itu rajin sekolah, namun di sisi yang lain dia kurang pandai bergaul dengan teman-temannya. Dst.
5. Dialog
Dialog ini bisa berperan sebagai penerang karakter, jalan cerita, setting, dst. Karakter seseorang dengan sifat galak tentu dalam dialognya agak sedikit ‘nyaring’, berbahasa kurang sopan, meledak-ledak, dsb. Bagaimana juga dialog antar teman dengan teman, guru dengan siswa, pedagang dengan pembelinya, dsb. Buat saja dialog itu se-natural mungkin.
6. Dramatisasi
Kadang dalam sebuah cerpen, ceritanya itu cukup sederhana. Tetapi, penulisnya mampu mendramatisir keadaan. Jadi pembaca pun serasa ikut deg-degan dan harap-harap cemas akan kelanjutan cerita, ikut larut dalam euphoria kebahagiaan tokoh, ikut tenggelam bersama kesedihan yang dialami tokoh, dsb.
Dialog ini bisa berperan sebagai penerang karakter, jalan cerita, setting, dst. Karakter seseorang dengan sifat galak tentu dalam dialognya agak sedikit ‘nyaring’, berbahasa kurang sopan, meledak-ledak, dsb. Bagaimana juga dialog antar teman dengan teman, guru dengan siswa, pedagang dengan pembelinya, dsb. Buat saja dialog itu se-natural mungkin.
6. Dramatisasi
Kadang dalam sebuah cerpen, ceritanya itu cukup sederhana. Tetapi, penulisnya mampu mendramatisir keadaan. Jadi pembaca pun serasa ikut deg-degan dan harap-harap cemas akan kelanjutan cerita, ikut larut dalam euphoria kebahagiaan tokoh, ikut tenggelam bersama kesedihan yang dialami tokoh, dsb.
7. Kosa-kata
Penguasaan kata ketika menuliskan cerita itu penting adanya. Pembaca bisa jenuh jika kita mengulang-ulang kalimat atau narasi yang sama. Ada baiknya kita makin banyak membaca karya orang lain agar kekayaan kosa-kata dalam buah pena kita tetap terjaga.
Penguasaan kata ketika menuliskan cerita itu penting adanya. Pembaca bisa jenuh jika kita mengulang-ulang kalimat atau narasi yang sama. Ada baiknya kita makin banyak membaca karya orang lain agar kekayaan kosa-kata dalam buah pena kita tetap terjaga.
8. Sepenggal kisah
Dalam cerpen, meskipun konflik yang ada dalam benak kita itu panjang membentang, namun yang wajib kita paparkan hanya sepenggalnya saja. Tak perlu seluruhnya. Misalnya kita terinspirasi oleh seorang pemulung yang berjuang dari mulai usia SD sampai kuliah untuk membiayai pendidikannya, kita ‘petik’ intinya saja. Misal masa-masa untuk membiayai proses akademik sewaktu kuliah saja.
9. Penekanan
Pada umumnya, struktur cerpen itu terdiri dari pengenalan tokoh, tempat dan waktu. Lalu, masalah yang timbul serta solusi atau akhir ceritanya. Entah itu bad atau happy ending. Namun, mayoritas cerpenis sekarang menyarankan penekanan sebuah cerpen agar lebih ‘nendang’ itu dengan langsung menyajikan konflik di awal. Ya, paragraph pembuka menjadi salah-satu jurus ampuh untuk menggaet minat pembaca. Paragraf tersebut bisa diisi dengan sebuah konflik lahir (misalnya, kontak fisik) maupun batin (misalnya, dilemma), kalimat yang kontroversi (misalnya; hantu kecil itu menangis terus dari pagi), dialog, dsb yang mampu menarik mata.
10. Kejutan
Bagian ini umumnya nangkring di akhir. Sebisa mungkin kita tidak membuat ending yang sebelumnya telah diraba pembaca. Kelihaian mengolah kata dan memapah pembaca sangatlah diperlukan.
Dalam cerpen, meskipun konflik yang ada dalam benak kita itu panjang membentang, namun yang wajib kita paparkan hanya sepenggalnya saja. Tak perlu seluruhnya. Misalnya kita terinspirasi oleh seorang pemulung yang berjuang dari mulai usia SD sampai kuliah untuk membiayai pendidikannya, kita ‘petik’ intinya saja. Misal masa-masa untuk membiayai proses akademik sewaktu kuliah saja.
9. Penekanan
Pada umumnya, struktur cerpen itu terdiri dari pengenalan tokoh, tempat dan waktu. Lalu, masalah yang timbul serta solusi atau akhir ceritanya. Entah itu bad atau happy ending. Namun, mayoritas cerpenis sekarang menyarankan penekanan sebuah cerpen agar lebih ‘nendang’ itu dengan langsung menyajikan konflik di awal. Ya, paragraph pembuka menjadi salah-satu jurus ampuh untuk menggaet minat pembaca. Paragraf tersebut bisa diisi dengan sebuah konflik lahir (misalnya, kontak fisik) maupun batin (misalnya, dilemma), kalimat yang kontroversi (misalnya; hantu kecil itu menangis terus dari pagi), dialog, dsb yang mampu menarik mata.
10. Kejutan
Bagian ini umumnya nangkring di akhir. Sebisa mungkin kita tidak membuat ending yang sebelumnya telah diraba pembaca. Kelihaian mengolah kata dan memapah pembaca sangatlah diperlukan.
Well, postingan di atas penulis olah dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat, ya. Mari belajar kembali! ^_^ [*]
Sumber: Google
0 komentar:
Posting Komentar