Seperti biasa pergulatan tentang musikalisasi puisi masih saja mengundang opini yang kontrfersi. Pada sebuah pementasan musikalisasi puisi kemarin yang dibawakan oleh As Sarkem dengan tema Sebuah Perturuhan. Malam itu, setelah tiga lagu disajikan, sebuah dialog tentang musikalisasi puisi dibuka, dan lagi-lagi berbagai pertanyaan yang sebenarnya masalah klasik kembali lagi dipertanyakan. Ya, apalagi kalau bukan masalah difinisi tetang musikalisasi puisi. Menurut komunitas As Sarkem. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa oponi tersebut adalah wacana yang sangat lama.
Artinya sejak dulu difinisi tentang musikalisasi puisi masih belum jelas identitasnya. Sejak dulu sampai sekarang musikalisasi puisi masih belum ditentukan secara resmi difinisinya meskipun pada kurikulum pendidikan sudah ada. Ada yang mengatakan musikalisasi puisi adalah puisi yang dibacakan dengan diiringi dengan alunan musik, ada juga yang mengatakan musikalisasi puisi adalah puisi yang dinyanyikan lalu dibacakan. Tapi ada juga yang mengatakan musikalisasi puisi adalah puisi yang secara penuh dinyayikan. Tentu saja tiga jenis musikalisasi puisi tersebut masih parasit dan hanya sebuah wacana saja di mata para pecinta musikalisasi puisi.
Pada wacana tersebut, Sebuah pertanyaan keluar dari wacana tentang puisi yang dinyanyikan secara penuh. Pertanyaannya adalah apa bedanya musikalisasi puisi dengan band yang ada sekarang, jika puisi dinyanyikan. Lalu apa yang membedakan antara keduanya. Bukankah selama ini antara musikalisasi puisi dan band mempunyai tujuan yang sama yaitu menghibur dengan alunan musik dan syair/puis.
Pada pertunjukan tersebut salah satu personel dari As Sarkem menjelaskan bahwa yang sangat membedakan antara musikalisasi puisi dan adalah pada proses penciptaanya. Bahwasanya musikalisasi puisi diciptakan dengan puisi yang sudah ada, sedangkan band diciptakan sejalan ketika menciptakn liriknya atau syairnya menyusul setelah nadanya ditentukan. Tingkat kesulitan dalam menciptakan musikalisasi puisi lebih sulit atau rumet, penyesuai puisi dengan nada dalah bagian yang paling sulit dalam penciptaannya karena harus menyesuaikan puisi dengan tipografi yang tidak teratur dan kata yang cukup puitis. Selain itu kesulitan juga terletak ketika mendapatkan puisi yang panjang.
Keterangan di atas ternyata belum cukup mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Karena pada dasaranya ketika sebuah pertunjukan para audien tidak mau tau tentang apa yang terjadi pada proses penciptaannya. Artinya seorang penonton hanya tau pementasan yang dia tonton hampir sama dengan pementasa band. Pertanyaan yang ada sekarang, apa yang berbeda antara musikalisasi puisi dan band ketika berada pada sebuah panggung terbuka? Apakah yang membedakan adalah syairnya yang lebih berbobot, gaya penyampainnya yang khas yang mengajak pendengar untuk merenungi syair-syair yang disampaikan, atau alat musiknya yang berbeda. Ya, seperti yang biasa kita ketahui, musikalisasi puisi selalu menggunakan gitar akhustik, biola, jimbe, renstik, atau alat-alat lain yang berbau tradisional. Entahlah sampai sekarang eksistensi musikalisasi puisi masih menjadi sebuah pertanyaan besar di mata para penikmat musik atau musikalisasi puisi.
0 komentar:
Posting Komentar