karya: Bungkus S.Pd
Cover Buku Kumpulan Puisi Lam Alif
MERAH UNTUKMU Bpk G
Terlalu tuakah kau memadikan… itu
Atau kau basuh ludah dengan air kemuning
Kacamatamu, rel kereta api yang tak bertepi
Berpijak bumi, menunggu almanak
Menghirup air bening-sebening kehidupan ini
Kau pahlawan berkaca mata hati yang bisa
Membias mahkota sufi
Indah pucuk harapan, digilas topan juni
Ubur-ubur uban seperti putih rambutmu
Mengajarkan pegy celana zamanmu
Pakaianmu putih, kakimu hitam
Melotot kipas berkedipan
Pantaskah dijuluki si KACAMATA HATI
Surabaya 2003
(5) SAJAK SATU KERANJANG
Pada waktu shubuh kau mengembara
Sampai menemu seribu jawaban
Di antara kaum nelayan
Pena kau tusuk pada keranjang
Menjadi sarjana bebatuan
Satu keranjang
Lambaian tanganmu, termangu
Dalam delapan anakmu
Surabaya 2003
TRAGEDI NELAYAN
Kapan kita menyenandungkan rindu
Pada nelayan sedangkan para budayawanbertepuk tangan
Pada saat kita bertemu di pantai wisatawan
Kini nostalgia bersama kawan
Awan hitam hanyalah bentuk hujan
Air laut keruh hanyalah rangkaian reruntuhan
Ombak… badai
Kelak… tahu semuanya
Berkumpul merundingkan, kapan melayar bebas
Derita saya
Surabaya 2003
INTERMEZO DALAM PERTEMUAN (I)
Kasih
Siapakah yang tiba-tiba meleburkan
Kelam duka dan netapa?
Cinta atau air mata?
Yang tak pernah berujung dalam potert senja
Kasih
Burung-burung ibi tak lagi berdawai
Mengabarkan kesedihan dicakrawala
Hanya kata hati sebagai labuh air mata
Mengalun asmaradana dalam tembang
Sepertinya malam-nya
Kasih! Ada keraguan?
Jangan-jangan gumuk kerinduan
Yang akan menguak dan menggunung
“lalu siapa jawab”
Cinta atau air mata
Atau, hanya intermezo?
Lidah Wetan, 9-4-2005
SETENGAH TIANG DALAM PERTEMUAN (i)
tak ada dawai bunyi kemarau
hanya suara parau melanskap ditubuhnya
ada rahang kering berucap
“adakah senja lahir di tetek bunga sapau
kamboja
sebelum lafat-lafat tertanam dipundaknya
aku tahu
pluit gerbong kereta bersuara
masinis, mengkibas bendera dipundaknya
petanda rafiah_takkan berjumpa
dipenghujung kereta yang bercinta
isyarat senyum yang tak kunjung lupa
Lidah Wetan, 9-4-2005
KEMBARAN LOKAN MAESTRO
Dara-dara abadi
Kurang kain menjadi sulaman kata
Menjadi roti pucat membelah bahana
Pengab sekejab menjadi mendung
Ketika kedamain hujan tidak turun lagi
Awan seperti putih hilang jejak
Simbil melambung menjadi ternama
2001-2002
DOA TERAKHIR
Aku gubuk kecil pesisir
Yang salami berharap besar
Berharap ombak berkejaran
Aku gubuk kecil pesisir
Yang tidak berdaya
Di tengah-tengah si kaya
Aku gubuk kecil pesisir
Mencari bekal di gurun pasir
Untuk sago nanti, akhir
Ucapkan doa trakhir
Surabaya, 11-2-03
Cover Buku Kumpulan Puisi Lam Alif
MERAH UNTUKMU Bpk G
Terlalu tuakah kau memadikan… itu
Atau kau basuh ludah dengan air kemuning
Kacamatamu, rel kereta api yang tak bertepi
Berpijak bumi, menunggu almanak
Menghirup air bening-sebening kehidupan ini
Kau pahlawan berkaca mata hati yang bisa
Membias mahkota sufi
Indah pucuk harapan, digilas topan juni
Ubur-ubur uban seperti putih rambutmu
Mengajarkan pegy celana zamanmu
Pakaianmu putih, kakimu hitam
Melotot kipas berkedipan
Pantaskah dijuluki si KACAMATA HATI
Surabaya 2003
(5) SAJAK SATU KERANJANG
Pada waktu shubuh kau mengembara
Sampai menemu seribu jawaban
Di antara kaum nelayan
Pena kau tusuk pada keranjang
Menjadi sarjana bebatuan
Satu keranjang
Lambaian tanganmu, termangu
Dalam delapan anakmu
Surabaya 2003
TRAGEDI NELAYAN
Kapan kita menyenandungkan rindu
Pada nelayan sedangkan para budayawanbertepuk tangan
Pada saat kita bertemu di pantai wisatawan
Kini nostalgia bersama kawan
Awan hitam hanyalah bentuk hujan
Air laut keruh hanyalah rangkaian reruntuhan
Ombak… badai
Kelak… tahu semuanya
Berkumpul merundingkan, kapan melayar bebas
Derita saya
Surabaya 2003
INTERMEZO DALAM PERTEMUAN (I)
Kasih
Siapakah yang tiba-tiba meleburkan
Kelam duka dan netapa?
Cinta atau air mata?
Yang tak pernah berujung dalam potert senja
Kasih
Burung-burung ibi tak lagi berdawai
Mengabarkan kesedihan dicakrawala
Hanya kata hati sebagai labuh air mata
Mengalun asmaradana dalam tembang
Sepertinya malam-nya
Kasih! Ada keraguan?
Jangan-jangan gumuk kerinduan
Yang akan menguak dan menggunung
“lalu siapa jawab”
Cinta atau air mata
Atau, hanya intermezo?
Lidah Wetan, 9-4-2005
SETENGAH TIANG DALAM PERTEMUAN (i)
tak ada dawai bunyi kemarau
hanya suara parau melanskap ditubuhnya
ada rahang kering berucap
“adakah senja lahir di tetek bunga sapau
kamboja
sebelum lafat-lafat tertanam dipundaknya
aku tahu
pluit gerbong kereta bersuara
masinis, mengkibas bendera dipundaknya
petanda rafiah_takkan berjumpa
dipenghujung kereta yang bercinta
isyarat senyum yang tak kunjung lupa
Lidah Wetan, 9-4-2005
KEMBARAN LOKAN MAESTRO
Dara-dara abadi
Kurang kain menjadi sulaman kata
Menjadi roti pucat membelah bahana
Pengab sekejab menjadi mendung
Ketika kedamain hujan tidak turun lagi
Awan seperti putih hilang jejak
Simbil melambung menjadi ternama
2001-2002
DOA TERAKHIR
Aku gubuk kecil pesisir
Yang salami berharap besar
Berharap ombak berkejaran
Aku gubuk kecil pesisir
Yang tidak berdaya
Di tengah-tengah si kaya
Aku gubuk kecil pesisir
Mencari bekal di gurun pasir
Untuk sago nanti, akhir
Ucapkan doa trakhir
Surabaya, 11-2-03
0 komentar:
Posting Komentar