Sebuah Kebenaran dalam Pemahaman Filsafat Postmodern




Plato dalam filsafat klasiknya mulai mencari titik temu antara pengetahuan dan kebenaran yang termuat dalam pengetahuan. Dia memulai dengan sebuah pertanyaan kritis, apakah setiap pengetahuan itu sungguh-sungguh memuat nilai kebenaran. Dan dalam hubungannya dengan etika, dia mengatakan apakah yang benar itu juga termasuk kategori yang baik. Belum tentu yang benar itu baik dan sebaliknya belum tentu yang baik itu benar.
Dalam sejarah pemikiran filsafat, kebenaran itu didekati secara berbeda, sesuai dengan arus pemikiran jamannya. Pada jaman Yunani kuno, kebenaran dalam filsafat tidak bisa dilepaskan dengan alam semesta. Maka muncul apa yang disebut kosmologi. Kemudian pada abad pertengahan, kebenaran filsafat didominasi oleh pengaruh Kristiani. Misalnya filsafat Thomas Aquinas, Agustinus, dan Petrus ambelardus. Baru pada jaman renaisance kebenaran filsafat itu sudah menyentuh hakekat hidup manusia. Seluruh refleksi filsafat pusatnya pada perkembangan eksistensi manusia itu sendiri. Muncullah psikologi, ilmu-ilmu matematika, fisika Eisntein.
Melangkah lebih maju lagi dari renaisance adalah jaman modern atau modernisme. Modernisme bukan sekedar metode tetapi sebuah bentuk kebaruan. Kebaruan filsafat pada jaman ini terletak dalam usahanya untuk membersihkan filsafat dari pengaruh sisi dogmatis filsafat abad pertengahan. Filsafat kemudian menjadi urusan otonom dalam berpikir. Setelah modernisme, munculah patron filsafat baru yaitu era postmodernisme. Kebenaran yang ditawarkan aliran filsafat ini berbeda dengan seni filsafat sebelumnya. Seperti apakah kebenaran yang digeluti filsafat postmodernisme itu? Hal inilah yang akan menjadi kajian utama tulisan ini.
Bagi Francois Lyotard, postmodernisme adalah lawan dari modernisme yang dianggap tidak mampu mengangkat manusia modern. Awalnya postmodernisme ini adalah pergerakan dalam kemajuan kaum kapitalis secara khusus bidang seni. Selain itu, postmodernisme juga dimengerti sebagai bentuk konflik terhadap metanarasi. Metanarasi yang dimaksud adalah sejarah-sejarah besar dunia yang diagung-agungkan terus dan melupakan cerita-cerita kecil (Bdk. Kearifan lokal) suatu masyarakat atau budaya tertentu. Namun, imbuhan post pada kata postmodernisme mengandung makna kelanjutan dari filsafat modernisme. Kelanjutan di sini lebih bermakna kritis daripada sebuah bentuk garis filsafat yang tetap mengikuti pola yang lama.
Postmodernisme telah mengugat kemapanan modernisme yang lebih mengagungkan rasionalitasnya. Rasionalitas dalam modernisme telah melahirkan budaya yang binal dalam terminologi Hannah Arendt, manusia perang terhadap semua atau manusia itu menjadi srigala bagi yang lain (Hobbes), dan muncul kejahatan moral yang kian menjadi-jadi. Singkatnya, Posmodernisme melancarkan kritik kepada modernisme sebagai aliran yang melahirkan dunia yang nirhuman (perendahan martabat manusia) sebaliknya postmodernisme berusaha membalikkan fakta ini dengan mengendepankan seni filsafat yang memerhatikan sisi kemanusiaan. Filsafat itu ada untuk hidup.
Posmodernisme menolak adalanya kebenaran yang tunggal dalam filsafat. Kebenaran itu sifatnya jamak. Bahkan posmodernisme menolak finalitas definisi terhadap realitas. Definisi kita terhadap sebuah kenyataan atau realitas itu sangat subyektif dan karena subyek yang berusaha untuk mendekati relitas itu beranekaragam. Maka, kebenaran yang dihasilkan juga beraneka ragam. Tidak ada yang namanya kebenaran yang absolut dan mati di dunia itu. Habermas seorang filsuf Jerman justru berbicara lain, kebenaran itu harus menggantung. Menggantung maksudnya adalah upaya seorang pemikir dalam menangkap realitas agar menunda keputusannya terhadap realitas. Kebenaran adalah keputusan yang terus ditunda-tunda.

Bukan realitas yang plural, penentuan kebenaran atas realitas itulah yang plural.jadi, yang namanya klaim kebenaran itu tidak ada dalam filsafat posmodernisme. Penolakkan klaim kebenaran itu terjadi karena masing-masing realitas itu memiliki kandungan kebenaran.
Kebenaran yang digagas dalam filsafat postmodernisme ini membangun kesadaran akan kepercayaan terhadap sejarah-sejarah kecil yang dibangun oleh orang kecil juga.
Sejarah atau kebenaran dalam sejarah pemikiran sebelumnya menjadi monopoli orang yang berkuasa dan yang memiliki pengetahuan. Sehingga tidak heran kalau pada saat itu pengetahuan dianggap sebagai kekuasaan untuk bertindak apa saja. Siapa yang berpengetahuan, dialah yang menentukan keabsahan sebuah kebenaran atas suatu realitas. Namun kalau kita berpikir secara kritis, belum tentu kebenaran yang diwartakan sang penguasa itu benar. Mungkin menjadi benar karena dia memiliki kuasa untuk membenarkannya. Padahal isinya hanyalah kebohongan publik.
Filsafat postmodern menjadi seni berfilsafat yang baru meskipun merupakan kelanjutan dari modernisme. Namun pokok pemikiran aliran ini telah membangun kesadaran akan pentingnya menerima kebenaran yang digagas oleh mereka yang tidak berkuasa. Dan dalam masyarakat plural, aliran ini telah mendidik masyarakat tentang bagaimana menata kebersamaan sejati.
Fislafat itu ada untuk membangun peradaban. Dan peradaban itu dibangun oleh semua manusia. Bukan monopoli pihak tertentu. Dengan demikian prinsip monopoli sangat bertentangan dengan semangat postmodernisme. Kebenaran yang diwartakannya sangat plural.dengan demikian klaim kebenaran tunggal merupakan momok yang sangat berat diterima bagi filsafat ini.
http://duniakimianana.wordpress.com

¡Compártelo!

0 komentar:

Buscar

 
SASTRA PERUBAHAN Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger