Pola pikir penikmat karya sastra sekarang mau tidak mau harus diakui bahwa berada ditempat menoritas. Membaca puisi, cerpen dan Novel jika tidak ada tugas atau perlombaan karya sastra jangankan dibaca disetuh saja enggan. Puisi sebagai salah satu karya sastra yang bergenre pendek masih terbilang banyak yang mau membacanya. Meskipun demikian tidak sediki yang mengalami kesulitan saat memaknai puisi itu sendiri, mengingat puisi bersifat kongkrit. Meskipun musik puisi atau musikalisasi puisi terbilang kaku di telinga masyarakat kebanyakan. Tapi dengan adanya musikalisasi puisi telah membantu bagi pendengar untuk memahami puisi yang syarat dengan nilai setetika dan pesan moral itu.
Jika kita mencermati lagu-lagu masa kini, dengan tidak mengabaikan proses kreatifitas mereka, kita dihadapkan pada ungkapan-ungkapan yang serba sederhana, polos dan vulgar serta diafan. Menangkap syair dalam lagu mereka hampir tidak memerlukan energi untuk menafsirkan makna. Yang penting bagi mereka adalah pesannya capat sampai pada sasaran. Musik rap adalah satu contoh bagaimana kata-kata disusun secara sederhana, tidak perlu melalui proses kontemplasi terhadap nilai-nilai estetis. Perenungan terhadap nilai estetis itulah yang kita harapkan bisa menambah wawasan berkesenian, sekaligus sebagai sarana apresiasi terhadap suatu karya seni. Dari sinilah siswa dan pecinta seni dapat menghargai karya seni dan mempunyai kepekaan terhadap sesuatu yang indah.
Memberikan kemudahan akan meningkatkan nilai inovasi dalam berkarya tanpa menghilangakan nilai bobot dalam berkarya. Dengan adanya pola baru ini akan mengurangi dan membantu menghilangkan kejenuhan dari musik yang disuguhkan saat ini. Musikalisasi puisi dengan gaya yang berbeda akan membukan pikiran kita untuk merenungi kembali dalam mencerna setiap apa yang akan masuk dalam otak kita.
Jika hal ini dapat diterapkan, tidak sia-sia FX. Soetopo dan RAJ. Soedjasmin membuat komposisi untuk dua puisi Chairil Anwar tersebut. Masalah yang dihadapi kemudian adalah, bagaimana tanggapan sastrawan khususnya penyair, terhadap gagasan melodisasi puisi ini. Pro dan kontra selalu terjadi terhadap sesuatu yang belum pernah dicobakan. Lazim atau tidak, setuju atau menolak, yang jelas tidak semua penyair mencak-mencak ketika puisinya menjadi populer ketika dinyanyikan. Ketika seorang Ebiet G Ade menyanyikan puisi-puisinya dan laris di pasaran kaset, L. Tengsoe Tjahjono berpendapat lain terhadap proses kreatif ini. Toh Ebiet, Bimbo, dan Taufiq Ismail tetap berjalan beriringan. Segi intrinsik dan otoritas puisi sebagai karya sastra tidak akan terganggu sebagaimana yang diutarakan pengamat sastra tadi. Jika ada cara lain yang lebih menarik dan diminati siswa dalam mengapresiasi puisi, mengapa tidak dicobakan dalam pembelajaran apresiasi sastra khususnya puisi. Uraian ini sekadar mencari alternatif lain cara mengapresiasi puisi di samping cara yang sudah biasa dilakukan seperti pembacaan puisi dan berdeklamasi.
1 komentar:
apa bedanya musikalisasi puisi dengan laku biasa...
Posting Komentar